Kamis, 06 Oktober 2011

DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


TEORI TAHAP-TAHAP BELAJAR DARI JEROME BRUNER

Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Jerome S.Bruner adalah seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan  agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Model belajar dari Bruner dikenal dengan belajar penemuan (Discovery learning).
Bruner menyarankan siswa harus belajar melalui kegiatan mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip, di mana mereka harus didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen dan membiarkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri (Trianto, 2007: 26).
Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar
       Menurut Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
  1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi). Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
  2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi). Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
  3. Tahap evaluasi.  Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi (Nasution, 2010:9).

Teorema Tentang Cara Belajar dan Mengajar Matematika
       Menurut Bruner ada empat prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut adalah teorema penyusunan (Construction theorem), teorema notasi (Notation theorem), teorema kekontrasan dan keanekaragaman (Contras  and variation theorem), teorema pengaitan (Connectivity theorem) (Shadiq, 2008: 30 ).
  1. Prinsip Konstruksi
Cara terbaik seorang siswa mempelajari ide matematika adalah dengan membantunya mengkonstruksi sendiri representasi dari ide matematika tersebut.
  1. Prinsip Notasi
Cara terbaik bagi seorang siswa mempelajari dan memahami ide matematika adalah dengan membantunya menggunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif para siswa.
  1. Prinsip Kekontrasan dan Variasi
Cara terbaik bagi siswa mempelajari konsep matematika adalah membantu pemahaman mereka dengan menggunakan contoh dan non-contoh yang bermacam-macam (bervariasi) serta memiliki perbedaan yang cukup tajam (kontras) antara yang contoh dan yang bukan contoh tersebut, sehingga para siswa dapat mengenali karakteristik khusus konsep tersebut.
  1. Prinsip Konektivitas
Cara terbaik bagi siswa mempelajari ide matematika adalah membantu mereka sedemikian sehingga mereka dapat mengaitkan ide yang satu dengan ide lainnya yang relevan.

      Agar ide-ide matematika dapat dengan mudah diinternalisasi para siswa ke dalam struktur kognitifnya, serta sejalan dengan empat prinsip tentang cara belajar dan mengajar matematika, terutama prinsip konstruksi dan notasi yang menunjukkan pentingnya representasi ide matematika yang dapat menurunkan tingkat keabstrakan ide matematikanya, maka Bruner menetapkan perlunya tiga tahap proses pembelajaran matematika, yaitu :
  1. Tahap enaktif, suatu tahap pembelajaran di mana materi matematika yang bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-benda konkret. Dengan demikian, topik matematika ini dipresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
  2. Tahap ikonik, suatu tahap pembelajaran di mana materi matematika yang bersifat abstrak, dipelajari siswa dengan menggunakan ikon, gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret pada tahap enaktif tadi. Dengan demikian, topik matematika yang bersifat abstrak ini telah dipresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu dipresentasikan atau diwujudkan dalam gambar atau diagram yang bersifat semi-konkret.
  3. Tahap Simbolik, suatu tahap pembelajaran di mana materi matematika yang bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan simbol.
Oleh Cooney, 1975 (dikutip Shadiq, 2008: 29).
Kurikulum spiral
       J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif  keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
Kelebihan dan kekurangan teori belajar Bruner
Kelebihan
       a.   Dapat melatih ketrampilan siswa mengamati sesuatu cara memecahkan persoalan dan melatih siswa secara teratur terlibat dalam bimbingan penemuan.
       b. Siswa benar-benar dapat memahami suatu konsep atau rumus karena mereka mengalami sendiri proses untuk mendapatkan rumus.
c.  Siswa akan memahami konsep dan teorema lebih baik, ingat lebih lama dan aktif dalam proses belajar mengajar.

d. Metode ini memungkinkan siswa mengembangkan sifat ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu dari para siswa.

e.   Metode ini memberi pandangan ilmu yang luas kepada siswa menuju kearah keberhasilan.

Kekurangan

a.   Tidak semua topik matematika dapat diterapkan dalam metode penemuan.

b.   Bila jumlah siswa lebih besar akan memberatkan guru dalam memberikan bimbingan penemuan.

c.   Bagi siswa yang lamban akan mengalami frustasi karena tidak dapat  menyelesaikan temuannya.

d.   Memerlukan waktu yang relatif lebih banyak.



TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET
       Jean Piaget (1896-1980) adalah pakar psikologi Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk menguasai gagasan-gagasan baru, karena informasi tambahan akan menambah pemahaman mereka terhadap dunia.
      Jean Piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak, yaitu : (1) proses “assimilation”, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan informasi yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu; (2) proses “accommodation”  yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik.
      Menurut Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, tetapi usia tepat kapan mulai dan berakhir tiap tahap berbeda dari seseorang dengan yang lain.
      Dalam penelitiannya terhadap anak-anak, Piaget mencatat adanya periode di mana asimilasi lebih dominan, periode di mana akomodasi lebih dominan, dan periode di mana keduanya mengalami keseimbangan. Periode ini relatif sama dalam diri setiap anak yang ia selidiki, sehingga ia memperoleh ide tentang tahap-tahap perkembangan kognitif yang diakui dunia sebagai sumbangan terbesar Piaget dalam bidang psikologi (Sukardjo; 2010:53).

Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut yaitu :
Tahap
Perkiraan Usia
Kemampuan-kemampuan Utama
Sensorimotor



Praoperasional



Operasi Konkret






Operasi Formal
Lahir sampai 2 tahun



2 sampai 7 tahun



7 sampai 11 tahun






11 tahun sampai dewasa
Terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan.
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.
Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat-balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
(Sumber : Nur (1998) dalam Trianto,2007: 15)

Tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget :
  1. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak.
  2. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
  3. Fungsi, yaitu cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
Implikasi penting dalam model pembelajaran dari teori Piaget (Trianto, 2007 : 16)
  1. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekadar pada hasilnya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memerhatikan tahap kognitif siswa yang mutakhir, dan jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dengan yang dimaksud.
  2. Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas Piaget, penyajian pengetahuan jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik.
  3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil daripada bentuk kelas yang utuh.
 
       Dalam pandangan Piaget tahap-tahap kognitif mempunyai kaitan yang sangat erat dengan empat karakteristik berikut( Aunurrahman; 2010:59):
    1. Setiap anak pada usia yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berpikir atau memecahkan masalah yang sama.
    2. Perbedaan cara berpikir satu anak dengan yang lainseringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun cara berpikir yang saling berbeda.
    3. Masing-masing cara berpikir akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur.
    4. Tiap-tiap urutan dari tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integritas hirarkhis dari apa yang telah dialami sebelumnya.

Kelebihan dan kekurangan  teori belajar Piaget
a.  Kelebihan
1.   Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2.   Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
b.  Kekurangan
1.   Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2.   Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3.   Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.


Referensi
Aunurrahman, 2010. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Nasution, S., 2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Cet.14, Jakarta: Bumi Aksara.
Shadiq. Fadjar, 2008. Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Jogjakarta: Depdiknas, PMPTK-P4TK Matematika.
Sukardjo,M dan Komarudin,Ukim, 2010. Landasan Pendidikan, Konsep dan Aplikasinya. Cet.3, Jakarta: Rajawali Pers.
Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstruktivistik. Konsep, landasan teoritis-praktis dan implementasinya, Jakarta: Prestasi Pustaka.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar